I.
JUDUL : THERMOREGULASI
II.
TUJUAN
1.
Mempelajari
produksi panas pada hewan homoioterm dan poikiloterm
2. Mengetahui suhu tubuh manusia pada beberapa keadaan
lingkungan dengan pengukuran suhu di bagian axilla dan cavitas oris
III.
DASAR TEORI
Thermoregulasi adalah proses pengaturan
suhu tubuh. Panas tubuh adalah merupakan hasil akhir dari proses oksidasi di
dalam tubuh. Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh,
dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis. Bila suhu tubuh naik, maka
proses oksidasi akan naik mencapai keadaan maksimum pada suhu optimal.
Dipandang dari kemampuannya mengatur
suhu tubuh berkaitan dengan produksi panas, binatang dibedakan menjadi 2
golongan:
·
Binatang Poikiloterm
Suhu
tubuh binatang poikiloterm berubah-ubah tergantung pada suhu sekelilingnya,
sehingga peoses-proses vital di dalam tubuhnya dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan suhu lingkungan. Termasuk binatang poikiloterm yaitu
pisces, amphibi, dan reptile. Suhu tubuh dari golongan binatang-binatang ini
sedikit diatas suhu lingkungannya.
·
Binatang Homoioterm
Binatang
Homoioterm suhu tubuhnya boleh dikatakan konstan, karena binatang ini mempunyai
sentrum pengatur suhu tubuh yang baik.
Penyesuaian fisiologi untuk mempertahankan
temperatur tubuh sangat nyata perannya pada binatang homeotherm. Pada
hakikatnya, kondisi homeostatis temperatur tubuh bisa tercapai karena adanya
keseimbangan antara panas yang dihasilkan serta diterima oleh tubuh (produksi
panas) dan panas yang hilang dari tubuh masuk ke lingkungan luar (disipasi
panas).
Dalam produksi panas tubuh memperoleh
panas sebagai akibat dari aktivitas metabolisme jaringan tubuh dan dari
lingkungan luar bila lingkungan luar itu lebih tinggi temperaturnya (lebih
panas) ketimbang temperatur tubuh. Bentuk penyesuaian fisiologinya adalah bahwa
panas yang dihasilkan oleh tubuh akan meningkat dengan menurunnya temperatur
luar. Sebaliknya, temperatur sekitar (ambient temperature) yang tinggi
akan menurunkan jumlah panas yang panas yang dihasilkan oleh tubuh. Hal itu
dapat dikaitkan melambatnya aktivitas metabolisme, menurunnya luaran kerja, dan
menurunnya tonus otot. Secara umum, mekanisme yang berlangsung untuk
menghasilkan panas meliputi peningkatan aktivitas metabolisme jaringan, peningkatan
aktivitas otot, dan produksi panas (thermogenesis) tanpa aktivitas menggigil.
Panas dari dalam tubuh dapat ditransfer
ke lingkungan luar. Demikian juga sebaliknya, panas dari lingkungan luar dapat
ditransfer ke dalam tubuh. Kecepatan transfer panas ke dalam atau ke lingkungan
luar tergantung pada 3 faktor:
1. Luas permukaan.
Luas permukaan per gram jaringan berbandiing terbalik dengan peningkatan massa
tubuh.
2. Perbedaan suhu.
Semakin dekat seekor hewan memelihara suhu tubuhnya ke lingkungan, makan semakin
sedikit panas yang mengalir ke dalam atau ke lingkungan luar.
3. Konduksi panas spesifik
permukaan tubuh hewan. Permukaan jaringan
poikiloterm memiliki konduktansi panas yang tinggisehingga hewan ini memiliki
suhu tubuh mendekati suhu lingkungannya.
Suhu tubuh tergantung pada neraca
keseimbangan antara panas yang diproduksi atau diabsorbsi dengan panas yang
hilang. Panas yang hilang dapat berlangsung secara radiasi,
konveksi,
konduksi
dan evaporasi.
1. Radiasi
adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak memerlukan medium untuk
merambat dengan kecepatan cahaya.
2. Konduksi
merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi padat yang
berhubungan lansung tanpa ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari yang
suhunya tinggi kebagian yang memiliki suhu yang lebih rendah.
3. Konveksi
adalah suatu perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya konveksi
tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu.
4. Evaporasi
merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap air, besarnya laju konveksi
kehilangan panas karena evaporasi.
Gambar proses
termoregulasi pada reptil:
Termoregulasi
manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen
pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor,
hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi.
Suhu
tubuh manusia berkisar antara 36,6 C – 36,9 C. Hal ini adalah keadaan seimbang
dalam pengeluaran dan pembuatan panas oleh tubuh. Termoregulasi manusia
berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau
penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan
saraf eferen serta termoregulasi.
Gambar proses pengaturan suhu pada manusia:
(sumber:http://www.google.co.id/imgres?hl=id&biw=1366&bih=588&gbv=2&tbm=isch&tbnid=b75890k0PhFlbM:&imgrefurl=http://www.scribd.com)
IV. ALAT
DAN BAHAN
1. ALAT
·
Termometer
alkohol 2 buah
·
Termometer
badan 1 buah
·
Bekerglas
3 ukuran bertingkat ( ex : 100ml, 600 ml,1000 ml)’
·
Stopwatch
2. BAHAN
a. Alkohol 70% secukupnya
b. Tissue secukupnya
c. Alumunium foil secukupnya
d. Air es + garam secukupnya
e. Air biasa secukupnya
f. Air panas secukupnya
g. Hewan uji :katak dan hamster @ 3 ekor
h. Probandus 1
orang
V. CARA
KERJA
1. Produksi
panas
a.
Menyiapkan
3 beker glas besar, masing-masing diisi air setinggi 5 cm
b.
Memasukkan
bekerglas sedang kedalam tiap bekerglas besar tanpa diisi air
c.
Memasukkan
gelas piala kecil ke dalam tiap bekerglas sedang dengan masing-masing isi pada
bekerglass kecil adalah katak (A), hamster (B).
d.
Memasukkan
termometer pada bekerglas sedang dan bekerglas besar
e.
Menghitung
suhu termometer pada tiap interval waktu 5 menit
f.
Mencatat
hasilnya dalam tabel pengamatan
2.
Suhu
tubuh manusia
a.
Pengukuran
suhu badan pada fossa axillaris :
Menyiapkan
termometer klinis, air raksanya diturunkan 35oC, kemudian ujungnya
dimasukkan ke fossa axillaris kemudian fossa axillaris ditutup
dengan mengaduksi lengan pada thorax.
Membiarkan termometer klinis berada dalam fossa axilaris
selama 10 menit kemudian catat suhu pada termometer
b.
Pengukuran
suhu Cavitas oris
·
Menurunkan
suhu termometer lagi dan membersihkannya
dengan alkohol. Memasukkan ujung
termometer ke dalam cavitas oris di bawah lidah dan cavitas oris ditutup rapat.
Mencatat suhu dalam termometer dalam rentang waktu 5 menit selama 10 menit.
·
Menurunkan
suhu termometer lagi dan membersihkannya
dengan alkohol. Probandus bernapas dengan tenang melalui cavitas oris
terbuka. Memasukkan ujung termometer ke dalam
cavitas oris di bawah lidah dan cavitas oris ditutup rapat. Mencatat suhu dalam
termometer lalu tanpa menurunkan air raksa pada termometer, catat suhu pada
menit ke 5 dan ke 10.
·
suhu
termometer lagi dan membersihkannya
dengan alkohol. Probandus berkumur dengan air es selama 1 menit. Memasukkan ujung termometer ke dalam cavitas
oris di bawah lidah dan cavitas oris ditutup rapat. Setelah 5 menit, mencatat
suhu dalam termometer, lalu tanpa menurunkan air raksa pada termometer, mencatat
suhu pada menit ke-10
VI.
HASIL PERCOBAAN
A. Pengukuran
panas tubuh
1.
Katak
No
|
Waktu (menit)
|
Suhu lingkungan
|
Suhu hewan
|
||||||
|
|
Es
|
Netral
|
Panas
|
Es
|
Netral
|
Panas
|
||
1
|
0
|
0
|
|
60
|
0
|
|
28
|
||
2
|
5
|
12
|
40,5
|
49
|
16
|
43
|
44
|
||
3
|
10
|
16
|
40,5
|
46,5
|
18
|
43,5
|
44
|
||
4
|
15
|
17
|
41
|
44
|
20
|
43,5
|
44
|
||
5
|
20
|
20
|
41
|
43
|
22
|
43,5
|
43
|
||
6
|
25
|
21
|
41
|
41
|
22
|
43,5
|
40
|
||
7
|
30
|
23,5
|
41
|
40
|
23
|
43
|
39,5
|
2.
Hamster
No
|
Waktu (menit)
|
Suhu lingkungan
|
Suhu hewan
|
||||||
|
|
Es
|
Netral
|
Panas
|
Es
|
Netral
|
Panas
|
||
1
|
0
|
12
|
|
67
|
23
|
|
28
|
||
2
|
5
|
12
|
28
|
58
|
23
|
28,5
|
46
|
||
3
|
10
|
15
|
28
|
56
|
22
|
29
|
50
|
||
4
|
15
|
15
|
28
|
-
|
22
|
29
|
-
|
||
5
|
20
|
17
|
28
|
-
|
23
|
30
|
-
|
||
6
|
25
|
21
|
28
|
-
|
24
|
30
|
-
|
||
7
|
30
|
21
|
28
|
-
|
24
|
30
|
-
|
3. Suhu
tubuh manusia
|
|
tempat
|
Waktu (menit)
|
Suhu (Oc)
|
|
Probandus:
Dwi Eka yanti
|
Fossa axilaris
|
10
|
37,3
|
Mulut
|
5
|
36,4
|
||
10
|
36,4
|
|||
Mulut nafas
|
5
|
37,2
|
||
10
|
37,3
|
|||
Mulut kumur
|
5
|
37
|
||
10
|
37,3
|
VII. PEMBAHASAN
Thermoregulasi adalah proses pengaturan suhu tubuh. Panas tubuh
adalah merupakan hasil akhir dari proses oksidasi di dalam tubuh. Pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah
elemen-elemen dari homeostasis.
Percobaan kali ini bertujuan untuk:
1.
Mempelajari
produksi panas pada hewan homoioterm dan poikiloterm
2.
Mengetahui
suhu tubuh manusia pada beberapa keadaan lingkungan dengan pengukuran suhu di
bagian axilla dan cavitas oris
3.
Mempraktekkan
penggunaan termometer klinis
A.
Produksi Panas pada Hewan
Seperti yang telah dituliskan di atas, panas tubuh merupakan hasil
akhir dari proses oksidasi di dalam tubuh. Berdasarkan kemampuan mengatur panas
tubuhnya, hewan dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu poikiloterm (hewan yang suhu tubuhnya tergantung pada
suhu lingkungan) dan homeoterm (hewan yang suhu tubuhnya tidak tergantung pada
suhu lingkungan atau cenderung konstan).
Untuk membuktikannya, maka
dilakukan percobaan dengan menggunakan hewan dari dua golongan
tersebut dan diberikan perlakuan pada suhu dingin, suhu normal, dan suhu panas.
Pada percobaan produksi panas menggunakan katak (poikiloterm) dan
hamster (homeoterm). Perlakuan yang diberikan kedua hewan tersebut sama, yaitu
dengan meletakkan hewan tersebut di dalam lingkungan dingin, normal, dan panas.
Untuk memperoleh keadaan lingkungan yang demikian, dibutuhkan tiga gelas beker
yang berbeda ukuran. Gelas beker 1000 ml sebagai gelas beker terluar (gelas
beker I) untuk menempatkan es batu + garam (untuk suhu dingin), gelas beker 500
ml (gelas beker II) yang diletakkan didalam gelas beker I, dan gelas beker 100
ml (gelas beker III) yang diletakkan di dalam gelas beker II untuk menempatkan
katak. Pada gelas beker yang berisi katak pada cavitas orisnya ditutup dengan
alumunium foil untuk menjaga suhu dalam gelas beker tidak bercampur dengan suhu
ruangan. Untuk mengetahui besarnya suhu lingkungan, digunakan thermometer
alcohol yang diletakkan di antara gelas beker I dan II untuk mengukur suhu
lingkungan dan di antara gelas beker II dan III untuk mengukur suhu katak.
Percobaan dilakukan selama 30 menit dan setiap 5 menit sekali suhu lingkudan
dan suhu katak diukur.
Untuk suhu biasa dan panas, sama saja. Hanya saja untuk suhu biasa
pada gelas beker I diisi dengan air biasa dan untuk suhu panas diisi dengan air
panas. Hal yang sama juga dilakukan terhadap hamster.
a.
Produksi panas pada katak
Pada
ketiga perlakuan, rata-rata suhu lingkungan dan rata-rata suhu tubuh katak
adalah sebagai berikut:
·
Suhu lingkungan dingin
-
Rata-rata suhu lingkungan
-
Rata-rata suhu tubuh
·
Suhu lingkungan netral
-
Rata-rata suhu lingkungan
-
Rata-rata suhu tubuh
·
Suhu lingkungan panas
-
Rata-rata suhu lingkungan
-
Rata-rata suhu tubuh
Grafik hubungan suhu lingkungan terhadap suhu
tubuh hewan:
Katak termasuk ke dalam kelas amphibi. Hewan amphibi merupakan hewan
poikiloterm. Suhu tubuh hewan poikiloterm ditentukan oleh keseimbangannya
dengan kondisi suhu lingkungan, dan berubah-ubah seperti berubahnya-ubahnya
kondisi suhu lingkungan. Hewan ini mampu mengatur suhu tubuhnya sehingga
mendekati suhu lingkungan. Pengaturan untuk menyesuaiakan terhadap suhu
lingkungan dingin dilakukan dengan cara memanfaatkan input radiasi sumber panas
yang ada di sekitarnya sehingga suhu tubuh di atas suhu lingkungan dan
pengaturan untuk menyesuaiakan terhadap suhu lingkungan panas dengan penguapan
air melalui kulit dan organ-organ respiratori menekan suhu tubuh beberapa
derajat di bawah suhu lingkungan. Oleh karena itu, ketika suhu lingkungan
turun, suhu tubuh katak juga ikut turun menyesuaikan dengan lingkungannya.
Demikian halnya pada suhu lingkungan yang panas. Dari data pengamatan diatas, sydah membuktikan bahwa katak merupakan hewan
poikiloterm dimana
suhu tubuhnya ditentukan oleh keseimbangannya dengan
kondisi suhu lingkungan, dan berubah-ubah seperti berubahnya-ubahnya kondisi
suhu lingkungan
b.
Produksi panas pada hamster
Pada
ketiga perlakuan, rata-rata suhu lingkungan dan rata-rata suhu tubuh katak
adalah sebagai berikut:
·
Suhu lingkungan dingin
-
Rata-rata suhu lingkungan
-
-
Rata-rata suhu tubuh
·
Suhu lingkungan netral
-
Rata-rata suhu lingkungan
-
Rata-rata suhu tubuh
·
Suhu lingkungan panas
-
Rata-rata suhu lingkungan
-
Rata-rata suhu tubuh
Grafik hubungan suhu lingkungan terhadap suhu
tubuh hewan
Hamster termasuk ke dalam kelas mamalia. Hewan mamalia merupakan
hewan homeoterm. Hewan ini memiliki suhu tubuh yang konstan. Jika hewan ini
dihadapkan pada suatu suhu yang ekstrim di bawah suhu normal/di atas suhu
normal, hewan hemoeterm akan melakukan regulasi metabolik /regulasi fisik sehingga
dapat bertahan hidup. Namun hewan ini memiliki toleransi yang terbatas terhadap
perubuhan suhu lingkungan yang ekstrim. Hewan homeoterm lebih toleran terhadap
suhu dingin daripada suhu panas. Sehingga hamster masih dapat bertahan hidup
pada suhu lingkungan paling dingin yaitu 12 °C namun tidak dapat bertahan hidup pada suhu lingkungan
paling panas yaitu 50 °C. Hamster hanya bertahan hidup hingga menit ke 10
Pada
suhu lingkungan yang terus menurun, hamster masih dapat bertahan hidup. Mekanisme
yang dilakukan agar tetap bertahan hidup
berupa regulasi metabolik. Hamster akan
terus memproduksi panas yang terus meningkat secara linier dengan penurunan
suhu. Regulasi metabolik dilakukan hamster hingga suhu kritis bawah.
Sementara
pada suhu lingkungan yang terus naik, hamster tidak dapat bertahan hidup yang
artinya hamster sudah melewati suhu fatal atas dan tubuh sudah tidak dapat
mengimbangi suhu lingkungan yang terus naik.
Hal
tersebut menunjukkan bahwa hamster (homeoterm) lebih toleran terhadap suhu
dingin daripada suhu panas.
Jika rata-rata suhu lingkungan dan rata-rata suhu tubuh katak dan
Dari data tersebut diketahui bahwa pada katak yang termasuk hewan
poikiloterm, hewan yang melakukan adaptasi perubahan suhu tubuh mendekati suhu
lingkungan untuk dapat bertahan hidup, selisih suhu antara suhu lingkungan dan
suhu tubuh katak tidak terpaut jauh. Sementara, hamster yang termasuk hewan
homeoterm yang memiliki toleransi terbatas terhadap perubuhan suhu lingkungan, dan
memiliki suhu tubuh yang cenderung konstan, selisih suhu antara suhu lingkungan
dan suhu tubuh hamster terpaut jauh. Hal ini karena hamster kurang dapat
menyesuaiakan suhu tubuhnya terhadap perubahan suhu lingkungan yang terjadi
seperti halnya katak dan suhu tubuh hamster cenderung konstan. Terlebih,
hamster tidak toleran terhadap suhu panas.
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kecepatan transfer panas
ke dalam atau ke luar tubuh hewan;
1.
Luas permukaan. Hewan kecil memiliki suatu aliran panas lebih tinggi per unit
berat tubuhnya. Katak maupun hamster adalah hewan yang berukuran kecil sehingga
aliran panas dari dalam tubuh ke lingkungan atau sebaliknya berlangsung cepat.
2.
Perbedaan suhu. Semakin dekat hewan memelihara suhu tubuhnya dengan suhu
lingkungannya semakin sedikit panas akan mengalir ke dalam atau ke luar
tubuhnya. Katak sebagai hewan poikiloterm dapat memelihara suhu tubuhnya dekat
dengan lingkungannya. Jika suhu lingkungan rendah maka katak akan
mengkondisikan suhu tubuhnya mendekati sehu lingkungan. Begitu juga jika suhu
lingkungan panas. Sementara hamster sebagai hewan homeoterm kurang dapat memelihara
suhu tubuhnya dekat dengan lingkungannya. Sehingga suhu tubuh hamster dengan
suhu lingkungan terdapat rentang yang jauh (terhadap suhu panas)
3.
Konduktansi panas spesifik
permukaan tubuh. Permukaan jaringan hewan
poikitoterm, seperti katak, memiliki konduktansi panas yang tinggi daripada
hewan homeoterm, seperti hamster, sehingga katak memiliki suhu tubuh yang
mendekati suhu lingkungan.
B.
Suhu Tubuh Manusia
Untuk mengetahui suhu tubuh, dilakukan pengukuran tubuh dengan
menggunakan thermometer badan. Bagian tubuh manusia yang biasanya digunakan
untuk pengukuran tubuh adalah fossa axilaris/ketiak, pada cavitas oris, dan
pada bayi pengukuran suhu tubuh biasanya dilakukan di anus.
Percobaan kali ini melakukan pengukuran suhu tubuh dengan mengukur
pada di bawah lidah dan fossa axilaris. Thermometer badan yang digunakan
sebelumnya disterilkan dengan alcohol 70 %. Pengukuran suhu tubuh pada pangkal
lidah dilakukan tiga perlakuan yang berbeda, yaitu (1) selama 10 menit kemudian
dilakukan pembacaan skala thermometer, (2) selama 10 menit namun setiap 5 menit
sekali dilakukan pembacaan skala, dan (3) selama 10 menit namun setiap 5 menit
sekali dilakukan pembacaan skala namun sebelum dilakukan pengukuran probandus
melakukan kumur-kumur dengan air es.
Diperoleh data pada data
pengamatan diatas.
Menurut teori, suhu tubuh yang diukur melalui cavitas oris lebih
tinggi daripada yang diukur melalui fossa axilaris karena thermometer yang
digunakan untuk mengukur suhu tubuh melalui cavitas oris langsung meyentuh dan
mengenai pembuluh darah yang berada di bawah lidah. Sehingga pengukurannya
lebih cepat daripada pengukuran suhu tubuh melalui fossa axilaris.
Suhu normal manusia yaitu pada kisaran 36,6 °C – 37 °C . Dari data
di atas dapat diimpulkan bahwa suhu probandus berada di atas suhu normal dengan
suhu paling tinggi mencapai 40 °C pada pengukuran di bawah lidah tanpa kumur
air es. Suhu tubuh yang terlalu tinggi ini karena adanya ketidakseimbangan
pembuatan panas dan kehilangan panas. Kondisi tubuh probandus yang sedang tidak
sehat juga mempengaruhi pengukuran suhu yang dilakukan karena kondisi tubuh
yang sedang sakit pembuatan panas dan kehilangan panas tidak seimbang.
VIII.
KESIMPULAN
1. Thermoregulasi
adalah proses pengaturan suhu tubuh.
2. Panas
tubuh adalah merupakan hasil akhir dari proses oksidasi di dalam tubuh.
3. Dipandang
dari kemampuannya mengatur suhu tubuh berkaitan dengan produksi panas, binatang
dibedakan menjadi 2 golongan:
·
Poikiloterm
·
Homoioterm
4.
Rata-rata suhu lingkungan dan
suhu tubuh katak dan hamster pada berbagai kondisi lingkungan:
Hewan
|
Dingin (°C)
|
Normal (°C)
|
Panas (°C)
|
||||||
Lingk
|
Tbh
|
Sel
|
Lingk
|
Tbh
|
Sel
|
Ling
|
Tbh
|
Sel
|
|
Katak
|
|
|
2,65
|
|
|
3,58
|
|
|
-0,77
|
Hamster
|
|
|
6,86
|
|
29,1
|
1,1
|
|
40,33
|
-20
|
Ling : lingkungan
Tbh
: tubuh
Sel :
selisih suhu
5.
Katak termasuk hewan
poikiloterm dapat bertahan hidup pada lingkungan dingin, normal, dan panas
sementara hamster yang termasuk hewan homeoterm tidak dapat bertahan hidup pada
lingkungan panas namun dapat bertahan pada lingkungan dingin dan normal.
6.
Untuk mengetahui suhu tubuh,
dilakukan pengukuran tubuh dengan menggunakan thermometer badan. Bagian tubuh
manusia yang biasanya digunakan untuk pengukuran tubuh:
a.
fossa axilaris/ketiak,
b.
cavitas oris, dan
c.
anus.
7.
Diperoleh data pengukuran suhu
tubuh manusia sebagai berikut:
|
tempat
|
Waktu (menit)
|
Suhu (Oc)
|
Probandus:
Dwi Eka yanti
|
Fossa axilaris
|
10
|
37,3
|
|
Mulut
|
5
|
36,4
|
|
|
10
|
36,4
|
|
Mulut nafas
|
5
|
37,2
|
8.
Manusia termasuk homeoterm
memiliki suhu tubuh yang konstan dan tidak tergantung pada suhu lingkungan.
IX.
DAFTAR PUSTAKA
Kimball.
1999. Biologi Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
N,
Syamsiar. 1988. Pengantar Fisiologi Manusia. Jakarta: Depdikbud.
Soedjono.
1998. Pangantar Anatomi Fisiologi Hewan. Jakarta: LPTK.
Soewolo,
2000. Pengantar Fisiologi Hewan.
Jakarta: Depdiknas.
Sumanto.
1996. Fisiologi Hewan. Surakarta: UNS
Press.
Surakarta,
13 April 2012
Mengetahui,
Asisten Praktikan
( ) DWI EKA YANTI
NIM:
K4309025
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar